Dalam pelaksanaan di lapangan, agregat yang diuji adalah agregat yang diambil dari Agregate Crushing Plant (ACP). Umumnya agregat yang dihasilkan dari Agregate Crushing Plant (ACP) memiliki bentuk bersudut. Bentuk pipih atau lonjong dapat terjadi karena komposisi atau struktur batuan. Pada penghancuran batuan yang sangat keras dan getas akan terjadi akan terjadi proporsi bentuk pipih yang cukup besar. Tetapi pada proses crushing selanjutnya akan didapat proporsi bentuk bersudut yang lebih banyak.
Bentuk agregat ipih atau lonjong tidak disukai dalam struktur perkerasan jalan, karena sifatnya yang mudah patah sehingga mempengaruhi gradasi agregat, interlocking, dan menyebabkan peningkatan porositas perkerasan yang tidak beraspal. Bina Marga masih menerima bentuk agregat pipih, yaitu maksimal 25 %. Tetapi penggunaannya dibatasi hanya untuk kelas jalan yang rendah.
Bentuk agregat bulat pun tidak disukai, tetapi untuk kondisi perkerasan tertentu, misalnya kelas jalan rendah, bentuk bulat masih diperbolehkan sebatas penggunaannya untuk lapisan pondasi bawah dan lapisan pondasi saja. Maksimal penggunaan untuk lapisan pondasi adalah 40 %, sedangkan untuk lapisan pondasi bawah dapat lebih besar lagi. Pada penggunaan di lapangan di lapangan agregat bulat dapat digunakan untuk lapisan permukaan setelah sebelumnya dipecahkan terlebih dahulu.
Tabulasi batas maksimal penggunaan agregat yang pipih dan lonjong adalah sebagai berikut :
- Kepipihan : batas maksimal 25%
- Kelonjongan : batas maksimal 40%
Jika memenuhi batas maksimal di atas, maka komposisi agregatnya cocok untuk digunakan lapis perkerasan atas atau bawah. Jika mengunakan agregat pipih maka akan mudah patah. Dalam pengerjaannya, jika disusun agregat pipih dengan rapi, maka akan menghabiskan banyak waktu dan kesulitas dalam menata. Sedangkan jika digunakan agregat yang lonjong, maka akan terdapat banyak udara yang mengisi rongga-rongga diantara agregat-agregat tersebut.
0 comments:
Posting Komentar